Selasa, 04 Maret 2014

20 PRINSIP PERGERAKAN IKHWANUL MUSLIMIN


1. Agama Islam merupakan sebuah nidhom (aturan) universal yang mencakup 
    seluruh segi kehidupan manusia. Sehingga ia tidak bisa dipisahkan dari 
    negara dan tanah air atau pemerintah dan rakyat (ummat). Ia adalah 
    moral(akhlaq) dan kekuatan (power), atau rahmat dan keadilan, ia adalah 
    sebuah peradaban dan undang-undang, atau ilmu pengetahuan dan hukum. 
    Ia adalah sebuah materi dan sumber alam atau usaha dan kekayaan, ia 
    adalah jihad dan dakwah, atau pasukan tentara dan fikrah. Seperti juga 
    ia adalah sebuah aqidah yang mantap dan ibadah yang benar. Semuanya 
    sama, tidak bisa dipilah-pilah.
 
2. Al Qur'aanul Kariim dan sunnah rasul yang suci adalah rujukan setiap 
    muslim dalam mencari hukum-hukum Islam. Dalam memahami Al Qur'aan
    harus sesuai dengan kaidah dan aturan bahasa arab tanpa ada 
    penyelewengan dan paksaan, dan dalam memahami sunnah rasul (hadits) 
    harus merujuk pada tokoh-tokoh dan ahli ilmu hadits yang terperaya. 
 
3. Iman yang mantap dan jujur, ibadah yang benar dan sungguh-sungguh, 
    didalamnya ada cahaya dan kelezatan serta kenikmatan yang Allah 
    curahkan pada hati siapa saja yang ia kehendaki dari hamba-hamba Nya. 
    Namun seperti ilham, mimpi, dan hal-hal yang bersifat mistik lainnya itu
    bukan dan tidak termasuk dalam kategori sumber hukum syariat Islam, 
    kecuali kalau memang tidak berbenturan dengan hukum agama dan 
    nash-nash-Nya.
 
4. Jampi-jampi, mantera-mantera, perdukunan dan peramalan serta ilmu 
    ilmu yang bersifat mistis yang mengaku tahu akan hal-hal ghaib, semuanya
    itu merupakan kemungkaran yang wajib diberantas. Kecuali kalau memakai 
    ayat-ayat Al Qur'aan atau penyembuhan (jampi jampi/do'a-doa) yang 
    bernara sumber dari Rasulullah SAW.
 
5. Pendapat seorang imam atau wakilnya dalam suatu masalah yang tidak ada 
    ketentuan nash di dalamnya dan masih banyak kemungkinan yang lain, juga 
    dalam hal kepentingan umum, bisa dipakai (bisa dijadikan rujukan) selama 
    tidak bertentangan dengan kaidah agama. Dan bisa jadi pendapat itu 
    berubah dan berganti (tidak dipakai lagi sebagai rujukan) tergantung 
    situasi dan kondisi, kebiasaan dan adat istiadat tertentu. Pada dasarnya, 
    ibadah dan bentuk peribadatan itu sendiri sesungguhnya tidak melihat 
    kepada arti atau makna yang terkandung dalam ibadah tersebut atau 
    kepada adat istiadat tertentu, juga tidak melihat kepada rahasia, hikmah 
    atau maksud dan tujuan dari ibadah tersebut.
 
6. Setiap orang yang ditolak ucapannya, kecuali Al ma'shum (yang dijaga dari 
    dosa) Muhammad SAW saja, dan setiap sesuatu dari para pendahulu kita 
    (salafush-sholeh) ridha Allah semoga dilimpahkan kepada mereka yang
    sesuai dengan Al Qur'aan dan sunnah kami terima. Kalau tidak, maka 
    cukuplah Al Qur'aan dan sunnah sebagai panutan. Namun kami tidak 
    mengecam orang-orang dalam masalah yang masih diperselisihkan, dengan 
    menjelek-jelekkan serta mengolok-oloknya, kami hanya menyerahkannya 
    kepada kehendak dan niat mereka, sebab mereka telah mendapatkan apa 
    yang telah mereka kerjakan atau kemukakan.
 
7. Bagi setiap muslim yang belum sampai pada derajat "ahli" dalam masalah 
    masalah fiqhiyah dan cabang cabang agama agar mengikuti seorang imam 
    dari banyak imam dalam agama. Lebih baik lagi dalam masalah taqlid ini 
    kalau bisa dikatakan demikian ia berijtihad sebatas yang ia mampu dalam 
    mencari dalil yang dipakai pijakan oleh imam tadi. Dan mau menerima setiap 
    petunjuk yang disertai dalil kapan saja yang menurutnya benar dengan 
    membenarkan orang yang meberi petunjuk tadi. Lalu menyempurnakan 
    kekurangan dalam keilmuan, jika ia termasuk ahli ilmu, sehingga ia dapat 
    mencapai jenjang seorang ahli.
 
8. Perbedaan masalah Fiqh dalam cabang-cabangnya tidak boleh memicu 
    perpecahan, permusuhan dan perseteruan dalam agama. Setiap mujtahid
    akan mendapat ganjarannya masing-masing, tidak dilarang dalam 
    mewujudkan suasana keilmuan yang obyektif dalam masalah-masalah 
    khilafiah (perbedaan) kita rajut benang-benang hubungan (cinta kasih) 
    karena Allah, saling kerjasama dalam mencapai hakikat permasalahan yang 
    sebenarnya, tidak sampai menjurus pada fanatik golongan yang tercela.
 
9. Setiap masalah yang tidak berorientasi pada kerja dan amal, maka 
    menggelutinya termasuk urusan yang dipaksa-paksakan (takalluf) yang 
    dilarang oleh agama, Seperti memperlebar cabang-cabang hukum agama 
    yang belum pernah terjadi. Juga termasuk dalam takalluf adalah terjun 
    dan menggeluti dalam mencari-cari arti ayat-ayat Al Qur'aan yang belum 
    dijangkau oleh ilmu pengetahuan, serta perdebatan dalam membeda-bedakan
    keutamaan para sahabat Radhiyallahu Anhum, dan perbedaan yang terjadi di
    kalangan mereka. Setiap mereka punya keutamaan dalam mengikuti jejak
    Rasulullah SAW. Dan pahala niatnya, sedangkan dalam meraba-raba dan 
    menerka-nerka itu sendiri ada keleluasaan dan kelapangan berfikir
    (berpendapat).
 
10. Ma'rifatullah (mengenal Allah Tabarakta Wata'ala), mengesakan-Nya, 
     mensucikan-Nya, adalah aqidah Islami tertinggi, dan termasuk di dalamnya
     ayat-ayat sifat dengan hadits-hadits shohihnya dan apa yang serupa dengan
     hal itu, kami mengimani sepenuhnya apa adanya, tanpa mengubah dan 
     menafsiri yang bukan-bukan, juga tak perlu sampai membahasnya dengan 
     bertele-tele sambil menyebutkan perbedaan ulama di dalamnya dan 
     cukuplah bagi kami untuk berwawasan seperti wawasan Rasulullah SAW 
     beserta para sahabat dalam masalah asma dan sifat, dan orang-orang yang 
     mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang 
     mutasyabihat, semua itu dari sisi Tuhan kami" (Ali Imran.27)
 
11. Segala bentuk bid'ah dalam agama Islam yang tidak punya landasan 
berpijak dibuat bagus oleh orang dengan hawa nafsunya sendiri baik dengan 
menambahi atau dengan menguranginya adalah sesat, yang harus diperangi dan 
dikikis habis dengan cara-cara terbaik yang tidak menimbulkan dampak negatif 
yang lebih buruk dari sebelumnya.
 
12. Sedangkan bid'ah idhofiyah (tidak bersifat esensial dalam agama) dan 
berpijak pada ibadah-ibadah umum sifatnya adalah perbedaan dalam masalah 
fiqih saja, setiap orang mempunyai pendapat masing-masing. Dan boleh 
dilakukan penelitian lebih lanjut, mana yang paling benar dengan syarat harus 
berdasarkan dalil dan bukti yang kuat.
 
13. Cinta, hormat serta memuji orang-orang sholeh karena kebajikan amalannya 
merupakan cara untuk mendekatkan diri (taqorrub) kepada Allah SWT. Yang 
dinamakan para ahli Allah adalah mereka yang didalam Al Qur'aan dikatakan: 
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa" (yunus:63). 
Adapun karomah benar-benar dimiliki (diberikan kepadanya) dengan syarat-
syarat yang telah ditentukan oleh agama. Dengan suatu keyakinan bahwa 
mereka mendapat ridho dari Allah SWT. tidak bisa memberikan manfaat dan 
bahaya bagi dirinya sendiri dalam kehidupan dunia maupun setelah mati, apalagi 
bisa memberikan sesuatu bagi orang lain.
 
14. Ziarah kubur, dalam bentuk apapun adalah sunnah, yang disyariatkan oleh 
agama dengan cara yang sesuai dan bersumber dari Rosulullah SAW. Tapi 
meminta pertolongan kepada ahli kubur dalam bentuk apapun, memohonnya 
untuk mengatasi problem dan masalah, baik dari dekat maupun dari jauh, serta 
apa saja yang bisa digolongkan dalam masalah ini adalah termasuk bid'ah dan 
dosa besar yang harus diberantas. Kita juga tidak boleh menyalahkan 
perbuatan-perbuatan itu sebagai jalan pintas untuk membendung perbuatan 
yang lebih besar dosanya dari yang awal.
 
15. Berdo'a untuk bertaqorrub kepada Allah swt, dengan tawassul (perantara) 
kepada salah seorang hamba-Nya adalah masalah khilafiyah (silang pendapat) 
dari cabang agama dalam bentuk tata cara berdo'a. Bukan termasuk dalam 
masalah-masalah aqidah.
 
16. Adat istiadat atau budaya yang salah tidak dapat mengubah hakikat arti 
lafazh-lafazh yang sudah baku dalam agama. Bahkan seharusnya ditegaskan 
lagi pada batas-batas arti yang terkandung dalam lafazh tersebut, tidak boleh 
melampauinya apalagi sampai mengubah arti tersebut pada sisi-sisi dunia dan 
akhirat maka yang lebih ditekankan disini adalah sebuah 'ibroh (patokannya) 
adalah pada arti dan makna yang terkandung didalamnya bukan hanya nama-
nama atau sebutan saja.
 
17. Aqidah adalah sumber atau asas dari suatu amal, sedangkan perbuatan hati 
itu lebih penting dan lebih banyak pengaruhnya dari pada amalan anggota badan.
 Namun untuk mencapai kesempurnaan keduanya adalah yang dituntut oleh 
agama. walaupun keduanya berbeda dalam segi kualitas.
 
18. Agama Islam membebaskan akal dan menganjurkan untuk tadabbur alam
(merenungi keajaiban ciptaan Allah) serta mengangkat derajat ilmu dan orang 
yang berilmu, juga menerima segala bentuk kemaslahatan yang bermanfaat, 
sebab hikmah ('ibroh dan pelajaran) itu adalah barang orang mukmin yang 
hilang, dimana saja ia menemukannya maka ia adalah orang yang paling berhak 
atas barang tersebut.

19. Pandangan agama dan pandangan akal masing-masing punya daerah pandang 
sendiri-sendiri, tidak boleh bercampur aduk antara keduanya dan tidak boleh 
tumpang tindih antara keduanya. Namun demilian, keduanya tidak bisa berbeda 
pandang dalam hal-hal yang qoth'i (pasti kebenarannya), dan tidak akan 
berbenturan antara hakikat keilmuan yang benar dengan aqidah agama yang 
tsabit (jelas kebenarannya). jika diantara keduanya ada yang bersifat zhonni 
(tidak pasti kebenarannya) dan yang lain bersifat qoth'i maka yang zhonny tadi 
dita'wil(ditafsiri) dengan makna lain agar sesuai dengan yang qoth'i. Tapi kalau 
keduanya sama-sama zhonny maka pandangan agama lebih didahulukan sehingga 
fikiran merasa mantap atau tidak dipakai.
 
20. Kita tidak boleh mengkafirkan seorang Muslim yang menyatakan dua kalimah syahadat, beramal sesuai dengan aturan agama atau melaksanakan segala kewajiban, kecuali kalau ia memang benar-benar menyatakan kekufuran atau mengingkari ajaran agama yang bersifat darurat (penting dan wajib), atau mendustakan ayat-ayat Al Qur'aan yang sudah jelas artinya dan menafsirinya dengan tafsir yang tidak sesuai dengan uslub (cara) dan kode etik bahasa Arab, atau mengerjakan perbuatan yang tidak bisa ditafsiri selain tafsiran kafir.

0 komentar:

Posting Komentar